Langsung ke konten utama

Sri Jaya Kesunu – Galungan – Betari Durga


Babad Usana Bali Pulina mengisahkan kekuasaan raja Sri Kesari Warmadewa (Dalem Slonding), berkedudukan di Singamandawa. Beliau digantikan oleh Udayana Warmadewa. Pada masa ini kerajaan tentram. Raja berikutnya adalah Sri Walaprabu. Tak lama kemudian digantikan oleh Sri Nari Prabu. Lalu digantikan oleh Sri Jaya Sakti. Pada masa – masa ini raja tidak langgeng, cenderung pendek umur. “Gumi kegeringan” (alam bergejolak dan rakyat menderita). Hal ini menggugah pengganti Sri Jaya Sakti yakni raja Sri Jaya Kesunu untuk mencari sebabnya.
Lalu pada suatu hari, tengah malam Raja Sri Jaya Kesunu menuju ke perhyangan Betari Nini (Betari Durga) di Pura Dalem Kedewatan (Dalem Puri) untuk melakukan tapa brata yoga samadhi. Singkat cerita, setelah memanunggalkan bayu, sabda, idep, Hyang Betari Nini berkenan hadir di hadapan Sri Jaya Kesunu. Ida Betari Nini bersabda ” Hai anaku Sri Jaya Kesunu, apa maksudmu kemari?
Sri Jaya Kesunu menjawab “Hyang mulia Ida Betari, hamba mohon restu agar panjang usia. Yang bertahta menjadi raja hindarkan dari kematian, agar panjang usia, rakyat dan negara agar aman sentosa”.
Ida Hyang Betari bersabda “wahai anakku Jaya Kesunu, dengarkan sabdaku. Mengapa raja-raja tidak panjang usia? Karena tiap-tiap Tiganing Dungulan tidak membuat upacara, menyimpang dari tata cara terdahulu. Itulah sebabnya setiap yang bertahta pendek usia, demikian juga rakyatmu. Mereka dijatuhi hukuman oleh para dewa. Tempat suci kayangan, kabuyutan tidak dipelihara seperti dahulu. Mengakibatkan kehancuran negara, penyakit, binatang buas dan berbisa memangsa. Bhakti manusia kepada dewa luntur, tak melakukan tapa, brata, semadi, tak ada yang menjalankan dharma. Percekcokan menyebar luas, maka setiap menjelang “kala tiga”, matilah ia. Anaknda wajib memelihara kayangan dan kabuyutan, sujud bhakti, beryoga semadi memuja Sanghyang Maha Wisesa. Tiap-tiap “Kala Teluning Dungulan” pada hari selasa Wage, anaknda harus menghaturkan “byakala”, juga seluruh rakyatmu semua bergembira membuat sesaji untuk para dewa, sesuai tata cara dahulu”. Demikian sabda Hyang Betari Nini. Sri Jaya Kesunu berhatur “daulat paduka Hyang Betari Nini, hamba sangat berterimakasih”.
Setelah itu raja Sri Jaya Kesunu memerintahkan kepada seluruh rakyatnya untuk memperbaiki perahyangan, memelihara sad kahyangan, kahyangan tiga, sampai dengan kabuyutan, dan menyelenggarakan yadnya untuk bumi seperti dahulu kala ketika leluhur beliau memerintah pulau Bali, yang menyebabkan negara aman dan tentram, terhindar dari penyakit serta bahaya. Raja Sri Jaya Kesunu digantikan putranya yakni Sri Jaya Pangus.
Demikian dikisahkan. Ampura. Dumogi ngemolihang GALANG ring GALUNGAN. Rahayu.
#Galungan #SriJayaKesunu #HyangBetariNini #PuraDalemPuri #DewiDurga
kanduksupatra.blogspot.com kibuyutdalu.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kajeng Klion Pemelastali WATUGUNUNG RUNTUH

Redite Kliwon wuku Watugung disebut Watugunung Runtuh. Mitologinya adalah sebagai berikut: Sang Prabu Kulagiri raja kerajaan Kundadwipa memiliki istri Dewi Sinta dan Dewi Landep. Mereka berdua ditinggal ke Gunung Mahameru untuk bertapa. Saat itu Dewi Sinta sedang hamil. Karena lama tak kembali, Dewi Sinta dan Dewi Landep menyusul Sang Prabu ke pertapaan. Dalam perjalanan Dewi Sinta melahirkan di atas sebuah batu. Bayi itu kemudian diberinama “Watugunung”. Singkat cerita, tabiat anak itu keras kepala. Suatu hari ia tak sabar untuk makan. Saking kesalnya, ibunya memukul kepala Watugunung dengan “siut” (pengaduk nasi) sampai terluka. Watugunung marah lalu pergi dan bertapa di hutan. Dewa Brahma menganugrahkan kesaktian bahwa ia tak akan terkalahkan oleh siapapun, kecuali musuh yang ber-Triwikrama (Wisnu). Sejak itu Watugunung menjadi angkara murka. Ia menaklukkan raja-raja mulai dari Sang Prabu Ukir, Prabu Kulantir, Tolu, Gumbreg, Wariga.. dan seterusnya sampai Sang ...

Bedawang Mekiyud

Para tetua di nusantara ini memahami dan meyakini bahwa bumi ini disangga oleh kekuatan semesta yang bersemayam di Sapta Petala (dasar bumi). Para bijak menggambarkan dengan seekor penyu api yang disebut Bedawangnala dililit oleh dua ekor naga semesta yang disebut Naga Anantaboga dan Naga Besuki. Ketiganya menjaga kestabilan Ibu Pertiwi agar kokoh berada pada posisinya. Dalam situasi tertentu, terjadi ketidakseimbangan tekanan energi di dasar bumi, maka keku atan penyeimbang ini akan bergerak. Bedawangnala akan sedikit menggerakkan badannya atau sedikit menggeliat untuk mendapatkan keseimbangan yang baru, sehingga posisinya akan terasa lebih nyaman. Namun tetap dalam ikatan kedua naga tersebut. Ketika Bedawangnala sedikit menggerakkan badannya, maka saat itu terjadi pergerakan di perut bumi, lempengan dasar bumi, dan pergerakan dapur magma. Hal ini akan memunculkan gempa bumi, gunung meletus, air laut bergejolak, dan dampak ikutan lainnya. Para tetua jaman dahulu me...