Langsung ke konten utama

SEDEKAH LAUT, BUMI, GUNUNG, dan LANGIT




Berdamai Dengan Alam

Penghuni nusantara adalah penganut keyakinan bumi dan langit. Kekuatan Ibu Pertiwi dan Bapa Akasa dipertemukan, memancarkan kesadaran hakiki semesta alam. Kesadaran menghargai alam, menghormati sesama, dan sujud kepada Sang Pencipta alam itu sendiri, dengan  berpijak pada “satyam siwam sundaram” kebenaran, kesucian, dan keindahan.

Dalam kerendahan hati manusia nusantara sadar betul makna “penciptaan”. Dalam kearifan mereka paham betul arti “kehidupan”. Dalam kebijaksanaan mereka mengerti betul pentingnya “harmonisasi”. Dalam kesadaran ini mereka tak pernah riuh apalagi angkuh, senyap dalam kata, diam dalam tapa, dan dingin dalam laku. “Rame ing gawe sepi ing pamrih”. Larut dalam laku spiritual yang membumi.

Budi pekerti nusantara mengatakan bahwa manusia dibekali naluri, memiliki nurani, diberi daya mengolah rasa, mampu berpikir dengan budi, serta ngelakoni dengan pekerti. Mereka senantiasa menyelaraskan semua hal itu dengan alam, kepada sesama, dan kepada penguasa kehidupan. Manusia nusantara sejati memiliki prakarsa berterimakasih, punya naluri berbagi, punya nurani memuliakan semesta, serta punya intuisi berserah diri dalam ketulusan.

Atas dasar olah rasa dan kecerdasan budi, manusia nusantara ngelakoni ritual sedekah sebagai pernyataan hormat kepada alam dan Hyang Maha Kuasa. Sebagai ungkapan rasa, karsa, nurani, naluri, budi dan pekerti kepada Sang Hyang Sangkan Paran. Apa yang diterima dari alam, sebagian disedekahkan kembali sebagai simbol penyerahan diri secara total kehadapan Hyang Maha Suci. Karena semua berasal dan akan kembali kepada-Nya. 

Sedekah laut ditujukan kehadapan Hyang Baruna / Betara Dalem Segara memohon keselamatan dan mendapatkan kehidupan dari laut. Sedekah bumi ditujukan kehadapan Hyang Ibu Pertiwi memohon keselamatan, kesuburan, dan kemakmuran. Sedekah Gunung ditujukan kehadapan Hyang Giripati memohon keselamatan dan kesuburan. Sedekah Langit ditujukan kehadapan Hyang Luhuring Akasa / Hyang Druha Resi mohon keselamatan, hujan, serta dijauhkan dari segala bentuk bencana. Ini adalah laku spiritual yang paling tua dan paling sederhana dilakukan manusia  nusantara. 

Intinya adalah “keselamatan” dan “kehidupan”. Pengalaman di depan mata menunjukkan bahwa sehebat apapun manusia, ia tak ada artinya di hadapan bumi, laut, gunung, atau langit. Oleh karenanya, sedekah adalah cara bijak berdamai dengan alam, menjauhkan manusia dari amukan Sang Kala Rudra. Ini adalah keluhuran budi utama. Hanya keangkuhan saja yang mampu meniadakan ritual ini.

Lalu… “bersedekah kepada alam menyebabkan gempa dan tsunami?”. Hehe… ini hanyalah dakwaan yang diputarbalikkan oleh “cendekiawan modern” untuk menjauhkan manusia nusantara dari “akar sejatinya” sebagai penganut keyakinan bumi dan langit. Manusia nusantara sejati tak akan goyah oleh seruan - seruan begituan yang mencoba untuk mengusik dengan mengatakan ini itu. Manusia nusantara sejati akan ngelakoninya sampai akhir jaman. Ampun seribu ampun.
#SedekahLaut #BudiPekertiNusantara kanduksupatra.blogspot.com kibuyutdalu.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sri Jaya Kesunu – Galungan – Betari Durga

Babad Usana Bali Pulina mengisahkan kekuasaan raja Sri Kesari Warmadewa (Dalem Slonding), berkedudukan di Singamandawa. Beliau digantikan oleh Udayana Warmadewa. Pada masa ini kerajaan tentram. Raja berikutnya adalah Sri Walaprabu. Tak lama kemudian digantikan oleh Sri Nari Prabu. Lalu digantikan oleh Sri Jaya Sakti. Pada masa – masa ini raja tidak langgeng, cenderung pendek umur. “Gumi kegeringan” (alam bergejolak dan rakyat menderi ta). Hal ini menggugah pengganti Sri Jaya Sakti yakni raja Sri Jaya Kesunu untuk mencari sebabnya. Lalu pada suatu hari, tengah malam Raja Sri Jaya Kesunu menuju ke perhyangan Betari Nini (Betari Durga) di Pura Dalem Kedewatan (Dalem Puri) untuk melakukan tapa brata yoga samadhi. Singkat cerita, setelah memanunggalkan bayu, sabda, idep, Hyang Betari Nini berkenan hadir di hadapan Sri Jaya Kesunu. Ida Betari Nini bersabda ” Hai anaku Sri Jaya Kesunu, apa maksudmu kemari? Sri Jaya Kesunu menjawab “Hyang mulia Ida Betari, hamba mohon restu ...

Kajeng Klion Pemelastali WATUGUNUNG RUNTUH

Redite Kliwon wuku Watugung disebut Watugunung Runtuh. Mitologinya adalah sebagai berikut: Sang Prabu Kulagiri raja kerajaan Kundadwipa memiliki istri Dewi Sinta dan Dewi Landep. Mereka berdua ditinggal ke Gunung Mahameru untuk bertapa. Saat itu Dewi Sinta sedang hamil. Karena lama tak kembali, Dewi Sinta dan Dewi Landep menyusul Sang Prabu ke pertapaan. Dalam perjalanan Dewi Sinta melahirkan di atas sebuah batu. Bayi itu kemudian diberinama “Watugunung”. Singkat cerita, tabiat anak itu keras kepala. Suatu hari ia tak sabar untuk makan. Saking kesalnya, ibunya memukul kepala Watugunung dengan “siut” (pengaduk nasi) sampai terluka. Watugunung marah lalu pergi dan bertapa di hutan. Dewa Brahma menganugrahkan kesaktian bahwa ia tak akan terkalahkan oleh siapapun, kecuali musuh yang ber-Triwikrama (Wisnu). Sejak itu Watugunung menjadi angkara murka. Ia menaklukkan raja-raja mulai dari Sang Prabu Ukir, Prabu Kulantir, Tolu, Gumbreg, Wariga.. dan seterusnya sampai Sang ...

Bedawang Mekiyud

Para tetua di nusantara ini memahami dan meyakini bahwa bumi ini disangga oleh kekuatan semesta yang bersemayam di Sapta Petala (dasar bumi). Para bijak menggambarkan dengan seekor penyu api yang disebut Bedawangnala dililit oleh dua ekor naga semesta yang disebut Naga Anantaboga dan Naga Besuki. Ketiganya menjaga kestabilan Ibu Pertiwi agar kokoh berada pada posisinya. Dalam situasi tertentu, terjadi ketidakseimbangan tekanan energi di dasar bumi, maka keku atan penyeimbang ini akan bergerak. Bedawangnala akan sedikit menggerakkan badannya atau sedikit menggeliat untuk mendapatkan keseimbangan yang baru, sehingga posisinya akan terasa lebih nyaman. Namun tetap dalam ikatan kedua naga tersebut. Ketika Bedawangnala sedikit menggerakkan badannya, maka saat itu terjadi pergerakan di perut bumi, lempengan dasar bumi, dan pergerakan dapur magma. Hal ini akan memunculkan gempa bumi, gunung meletus, air laut bergejolak, dan dampak ikutan lainnya. Para tetua jaman dahulu me...