Langsung ke konten utama

MARKANDEYA dan POHON BERINGIN


Purwakala, terjadi mahapralaya (penghancuran total). Saat itu alam semesta diliputi kegelapan, tak ada sinar sebersit pun. Dalam kegelapan yang berlangsung lama, kemudian terjadi badai petir dan halilintar yang menghancurkan pegunungan, hutan – hutan dan semua yang ada di alam semesta. Benda - benda langit berjatuhan menimbulkan kobaran api semesta. Samudra, danau, dan sungai mengering. Alam semesta terbakar termasuk para dewa dan asura.
Saat mahapralaya berlangsung, resi Markandeya sedang sibuk dengan tapanya. Karena kekuatan tapanya, api pralaya tak sanggup menyentuhnya. Dalam kobaran api itu, Markandeya melihat sebuah pohon beringin yang tak terbakar oleh api pralaya. Markandeya menuju ke bawah pohon beringin itu sambil memuja Hyang Wisnu.
Kemudian awan menggumpal menyelimuti alam semesta. Hujan turun sangat lebat yang berlangsung terus – menerus. Air memenuhi permukaan alam semesta yang memadamkan kobaran api pralaya. Samudra tersisi penuh menenggelamkan pegunungan. Hyang Wisnu tampak bersemayam di atas air maha luas. Itulah sebabnya Wisnu diberi julukan Narayana (bersemayam di atas air).
Markandeya tak tahu apa yang harus dilakukan. Ia terus memuja Hyang Wisnu dan bersabda “jangan takut Markandeya. Kau setia padaku, aku akan melindungimu”. Saat itu Markandeya tak menyadari bahwa yang bersabda itu adalah Hyang Wisnu. Markandeya menyahut “siapa yang bicara itu?. Aku adalah Markandeya yang terberkati oleh Dewa Siwa”.
Walaupun ia berusaha untuk melihat, namun ia tak melihat apapun. Markandeya kebingungan sambil memuja Hyang Wisnu. Tiba - tiba ia kembali melihat sebuah pohon beringin mengapung di air. Sebuah singasana keemasan tampak membentang pada salah satu cabang dari pohon beringin itu. Di atas singasana itu terbaring sosok anak kecil.
Anak kecil itu berkata kepada Markandeya “Kau lelah”, kau sedang mencari perlindungan. Masuklah ke tubuhku untuk beristirahat sejenak”. Mendengar ucapan anak kecil itu, Markandeya makin bingung. Ia kemudian masuk ke tubuh anak kecil itu melalui mulutnya. Markandeya menjadi semakin bingung ketika melihat di dalam perut anak itu tampak seluruh alam semesta. Tujuh dunia dan tujuh samudra, pegunungan, seluruh mahluk, dan seluruh kerajaan ada di sana. Markandeya semakin bingung sambil memuja Hyang Wisnu.
Setelah beberapa lama di dalam perut anak itu, ia keluar kembali. Anak kecil itu tak lain adalah Hyang Wisnu, kemudian menampakkan wujudnya di hadapan Markandeya dan memberkatinya. Wisnu kemudian bersabda “aku akan memberikan engkau anugrah. Apa yang kau inginkan?”
Markandeya berhatur sembah dan berkata “hamba ingin membangun sebuah tempat pemujaan Hyang Siwa di Purusotama Ksetra. Ini akan membuktikan bahwa antara Wisnu dan Siwa adalah tunggal”.
Mendengar permohonan dari Markandeya, Hyang Wisnu kemudian memberi anugrah. Markandeya kemudian membangun tempat pemujaan / pura untuk Hyang Siwa yang dikenal dengan Bhuanaiswara (penguasa dunia) / Pura Jagatnata.
Dalam kisah ini sekaligus menggambarkan bahwa pohon beringin adalah pohon suci dan abadi. Demikian disebutkan dalam purana. Ampura.
#Markandeya #BrahmaWisnuSiwaTunggal #Beringin #Narayana #Mahapralaya kanduksupatra.blogspot.com kibuyutdalu.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sri Jaya Kesunu – Galungan – Betari Durga

Babad Usana Bali Pulina mengisahkan kekuasaan raja Sri Kesari Warmadewa (Dalem Slonding), berkedudukan di Singamandawa. Beliau digantikan oleh Udayana Warmadewa. Pada masa ini kerajaan tentram. Raja berikutnya adalah Sri Walaprabu. Tak lama kemudian digantikan oleh Sri Nari Prabu. Lalu digantikan oleh Sri Jaya Sakti. Pada masa – masa ini raja tidak langgeng, cenderung pendek umur. “Gumi kegeringan” (alam bergejolak dan rakyat menderi ta). Hal ini menggugah pengganti Sri Jaya Sakti yakni raja Sri Jaya Kesunu untuk mencari sebabnya. Lalu pada suatu hari, tengah malam Raja Sri Jaya Kesunu menuju ke perhyangan Betari Nini (Betari Durga) di Pura Dalem Kedewatan (Dalem Puri) untuk melakukan tapa brata yoga samadhi. Singkat cerita, setelah memanunggalkan bayu, sabda, idep, Hyang Betari Nini berkenan hadir di hadapan Sri Jaya Kesunu. Ida Betari Nini bersabda ” Hai anaku Sri Jaya Kesunu, apa maksudmu kemari? Sri Jaya Kesunu menjawab “Hyang mulia Ida Betari, hamba mohon restu ...

Kajeng Klion Pemelastali WATUGUNUNG RUNTUH

Redite Kliwon wuku Watugung disebut Watugunung Runtuh. Mitologinya adalah sebagai berikut: Sang Prabu Kulagiri raja kerajaan Kundadwipa memiliki istri Dewi Sinta dan Dewi Landep. Mereka berdua ditinggal ke Gunung Mahameru untuk bertapa. Saat itu Dewi Sinta sedang hamil. Karena lama tak kembali, Dewi Sinta dan Dewi Landep menyusul Sang Prabu ke pertapaan. Dalam perjalanan Dewi Sinta melahirkan di atas sebuah batu. Bayi itu kemudian diberinama “Watugunung”. Singkat cerita, tabiat anak itu keras kepala. Suatu hari ia tak sabar untuk makan. Saking kesalnya, ibunya memukul kepala Watugunung dengan “siut” (pengaduk nasi) sampai terluka. Watugunung marah lalu pergi dan bertapa di hutan. Dewa Brahma menganugrahkan kesaktian bahwa ia tak akan terkalahkan oleh siapapun, kecuali musuh yang ber-Triwikrama (Wisnu). Sejak itu Watugunung menjadi angkara murka. Ia menaklukkan raja-raja mulai dari Sang Prabu Ukir, Prabu Kulantir, Tolu, Gumbreg, Wariga.. dan seterusnya sampai Sang ...

Purnama Kapat

Pakem Gama Tirtha Ada hari - hari yang memang utama dimana Ida Betara mareresik / mesuci, mayoga semadi untuk menciptakan agar alam semesta menjadi rahayu. Kemudian Ida Betara turun ke dunia untuk menganugrahkan kerahayuan kepada Sang Gama Tirtha (manusia) dan kepada semua mahluk. Saat itulah hari yang baik bagi Sang Gama Tirtha mengastiti puja dan menghaturkan banten kehadapan betara betari. Purnama Sasih Kapat (Kartika) dalam kidung wargasari disebutkan sebagai bulan penuh warna warni bunga harum semerbak (kartika…. panedenging sari….). Sasih Kapat, dimana Sanghyang Baskaradipati (Sanghyang Surya) tepat berada di katulistiwa. Purnama Kapat adalah purnama utama, hari payogan Ida Betara Prameswara yang bergelar Sanghyang Purusa Sangkara diiringi oleh para dewata betara - betari, widayadara widyadari, dan para resigana. Pada hari ini sang pandita patut angarga puja, apasang lingga, melaksanakan candra sewana, serta ngaturang sesaji kehadapaan Hyang Kawitan. Kepad...