Langsung ke konten utama

TUMPEK LANDEP Ritual – Intelektual - Spiritual




Di dalam cakepan Gama Tirha, sejatinya Tumpek Landep adalah hari petirtan Ida Sanghyang Siwa dalam prabawa sebagai Sanghyang Pasupati. Pada hari ini Sang Gama Tirtha patut maprakerti menghaturkan sesayut pasupati, canang dan pesucian lan wangi-wangi diletakkan pada senjata tajam. Apabila itu peralatan untuk perang, maka dilengkapi dengan sesayut jayeng perang.  Selain itu Sang Gama Tirtha meyoga samadi “ngelandepin idep” (menajamkan bhatin) dan “mepasupati idep” (menguatkan pikiran). Pada hari ini juga Sang Gama Tirtha menggelar segala bentuk ajaran gama / spiritual, menggelar mantra-mantra sakti mawisesa memohon “kesidian” (kemanjuran) kehadapan  Ida Sanghyang Pasutpati. Sang Gama Tirtha juga menggelar “sarwa lelandep” (benda tajam / runcing), dimohonkan “pasupati” agar memiliki kekuatan dan ketajaman sesuai fungsinya. Sedangkan secara spiritual adalah simbol penajaman idep / pikiran Sang Gama Tirtha. Oleh karena itu benda tajam yang sering dijadikan simbol upacara di dalam Tumpek Landep adalah “Keris”. Karena keris merupakan benda tajam dan runcing, dengan harapan secara spiritual umat memiliki kekuatan, ketajaman, dan runcing di dalam pikiran / bhatin.
Namun dalam perkembangannya Tumpek Landep disebut dengan “oton besi”, karena yang dipakai simbol ketajaman adalah benda-benda tajam yang terbuat dari besi atau perabotan pertukangan, pertanian, perbengkelan, seperti blakas / golok, arit, pisau, penampad, linggis, obeng, kunci kunci, palu, gergaji, pahat, alat bedah kedokteran, senapan perang, tank, bahkan alat elektronik, semuanya dibuatkan banten pasupati pada hari Tumpek Landep. Makna dan simbolisiasi makin meluas menjadi Tumpek Landep sebagai “otonan besi”.
Tidak berhenti sampai di sana, jaman makin maju, kendaraan bermotor dan mobil mulai berkembang serta memiliki peran penting dalam kehidupan masayarakat. Karena komponen utamanya terbuat dari besi, maka sepeda motor dan mobil pun masuk menjadi simbol perayaan Tumpek Landep. Kini Tumpek Landep disebut “Oton Montor”.
Kini pemaknaan Tumpek landep sudah lebih meluas kepada simbolisasi peralatan fungsional. Namun sesuai dengan prinsip Tumpek Landep, secara sekala benda-benda yang dimohonkan itu diharapkan berfungsi dengan baik. Sedangkan secara spiritual umat diharapkan untuk senantiasa mengasah ketajaman pikiran untuk mendapatkan kecerdasan budi. Sehingga Tumpek Landep sendiri memiliki spirit keselarasan antara “Ritual”, “Intelektual”dan Spiritual.
Ampura majeng ring Sang Meraga Wikan, puniki wantah geguratan tan pa aji. Ampura nasikin segara.
#TumpekLandep #OtonBesi #OtonMontor #RitualSpiritualIntelektual
kanduksupatra.blogspot.com kibuyutdalu.blogspot.com









Redite Manis Ukir adalah patirtha Ida Betara Guru. GGama tirtha menghaturkan banten pengodalan yakni pengambean, canang leletan 25, canang wangi. Gama tirtha patut maprekaerti kehadapan Betara Gur ring Sanggah Kemimitan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sri Jaya Kesunu – Galungan – Betari Durga

Babad Usana Bali Pulina mengisahkan kekuasaan raja Sri Kesari Warmadewa (Dalem Slonding), berkedudukan di Singamandawa. Beliau digantikan oleh Udayana Warmadewa. Pada masa ini kerajaan tentram. Raja berikutnya adalah Sri Walaprabu. Tak lama kemudian digantikan oleh Sri Nari Prabu. Lalu digantikan oleh Sri Jaya Sakti. Pada masa – masa ini raja tidak langgeng, cenderung pendek umur. “Gumi kegeringan” (alam bergejolak dan rakyat menderi ta). Hal ini menggugah pengganti Sri Jaya Sakti yakni raja Sri Jaya Kesunu untuk mencari sebabnya. Lalu pada suatu hari, tengah malam Raja Sri Jaya Kesunu menuju ke perhyangan Betari Nini (Betari Durga) di Pura Dalem Kedewatan (Dalem Puri) untuk melakukan tapa brata yoga samadhi. Singkat cerita, setelah memanunggalkan bayu, sabda, idep, Hyang Betari Nini berkenan hadir di hadapan Sri Jaya Kesunu. Ida Betari Nini bersabda ” Hai anaku Sri Jaya Kesunu, apa maksudmu kemari? Sri Jaya Kesunu menjawab “Hyang mulia Ida Betari, hamba mohon restu ...

Kajeng Klion Pemelastali WATUGUNUNG RUNTUH

Redite Kliwon wuku Watugung disebut Watugunung Runtuh. Mitologinya adalah sebagai berikut: Sang Prabu Kulagiri raja kerajaan Kundadwipa memiliki istri Dewi Sinta dan Dewi Landep. Mereka berdua ditinggal ke Gunung Mahameru untuk bertapa. Saat itu Dewi Sinta sedang hamil. Karena lama tak kembali, Dewi Sinta dan Dewi Landep menyusul Sang Prabu ke pertapaan. Dalam perjalanan Dewi Sinta melahirkan di atas sebuah batu. Bayi itu kemudian diberinama “Watugunung”. Singkat cerita, tabiat anak itu keras kepala. Suatu hari ia tak sabar untuk makan. Saking kesalnya, ibunya memukul kepala Watugunung dengan “siut” (pengaduk nasi) sampai terluka. Watugunung marah lalu pergi dan bertapa di hutan. Dewa Brahma menganugrahkan kesaktian bahwa ia tak akan terkalahkan oleh siapapun, kecuali musuh yang ber-Triwikrama (Wisnu). Sejak itu Watugunung menjadi angkara murka. Ia menaklukkan raja-raja mulai dari Sang Prabu Ukir, Prabu Kulantir, Tolu, Gumbreg, Wariga.. dan seterusnya sampai Sang ...

Purnama Kapat

Pakem Gama Tirtha Ada hari - hari yang memang utama dimana Ida Betara mareresik / mesuci, mayoga semadi untuk menciptakan agar alam semesta menjadi rahayu. Kemudian Ida Betara turun ke dunia untuk menganugrahkan kerahayuan kepada Sang Gama Tirtha (manusia) dan kepada semua mahluk. Saat itulah hari yang baik bagi Sang Gama Tirtha mengastiti puja dan menghaturkan banten kehadapan betara betari. Purnama Sasih Kapat (Kartika) dalam kidung wargasari disebutkan sebagai bulan penuh warna warni bunga harum semerbak (kartika…. panedenging sari….). Sasih Kapat, dimana Sanghyang Baskaradipati (Sanghyang Surya) tepat berada di katulistiwa. Purnama Kapat adalah purnama utama, hari payogan Ida Betara Prameswara yang bergelar Sanghyang Purusa Sangkara diiringi oleh para dewata betara - betari, widayadara widyadari, dan para resigana. Pada hari ini sang pandita patut angarga puja, apasang lingga, melaksanakan candra sewana, serta ngaturang sesaji kehadapaan Hyang Kawitan. Kepad...