Ketika ayah dan ibu masih bayi, ada sesuatu yang terpancar dari pikiran. Itu yang disebut “Sanghyang Iswara”. Setelah dewasa, pancaran pikiran inilah yang mempertemukan antara ayah dan ibu untuk menjadi suami istri. Singkat cerita, ketika telah menjadi suami istri, terjadi senggama. Benih laki-laki dan benih perempuan bertemu. Setelah sebulan pertemuan itu, timbullah pancaran matahari dan bulan. Dua bulan pertemuan itu, timbullah suara, pikiran dan tenaga. Tiga bulan pertemuan itu, terbentuklah “panca warna” Empat bulan pertemuan itu, muncul kekuatan “Dewata Nawasanga” Lima bulan pertemuan itu, bertemu kekuatan bumi dan langit, membentuk jabang bayi yang disebut “Sang Hyang Putih Majati”. Enam bulan di dalam kandungan, ada saudara jabang bayi yang keluar dari ayah, disebut dengan “Babu Lembana”. Tujuh bulan di dalam kandungan, ada lagi saudara keluar dari ibu bernama “Babu Abra”. Delapan bulan di dalam kandungan, ada lagi saudara keluar lagi dari ayah bernama “Babu ...
Lucu saja melihatnya, tatkala ada seseorang atau sekelompok orang yang getol memposisikan diri sebagai kaum mulia. Di sisi lain mereka menilai orang yang beda paham dianggap bergumul dengan setan. Mereka kerap berteriak lantang “kamu setan… kalian sesat…, neraka… ”. Duh… sebegitunya pandangan mereka terhadap saudara sendiri. Hehe… rupanya mereka melihat bumi ini sudah dipenuhi “gerombolan setan”. Sepertinya eksistensi “setan” di bumi semakin kuat, sampai - samp ai konon ada “partai setan” yang meresahkan “kaum surgawi”. Kasihan para “setan - setan dunia”. Selalu dideskreditkan sebagai penista dunia, penoda kehidupan, perusak peradaban. Dasar “setan kredit”. Selalu dituduh “batil” oleh kaum pemegang “sertifikat surga”. Ampura….. Bisa jadi “gerombolan setan” tak pernah melihat kitab suci, tetapi ia bisa melihat kesucian dan kesejatian jiwa-jiwa manusia di dunia. “Gerombolan setan” mungkin tak pernah mendengarkan ceramah agama, tetapi ia selalu mendengar bisika...